21 April, semangat kartini masa kini..

Semangat kartini..semangat kemandirian seorang wanita..

Menjelang hari ibu kita kartini, di beberapa tempat, sekolah, kantor, televisi, atau radio, menyelenggarakan berbagai kegiatan yang bersifat kewanitaan, biasanya sih tema yang diangkat berhubungan dengan emansipasi wanita. Kalo di sekolah, biasanya adik-adik kecil pada memakai baju kebaya dan ada acara panggung di sekolah. Ada yang memanfaatkan momentum tersebut untuk meyuarakan kesetaraan gender antara pria dan wanita. Ada pula yang menyuarakan bagaimana seharusnya seorang wanita berperan tanpa melupakan fitrahnya sebagai seorang wanita. Bagi saya, di dunia ini manusia diciptakan dengan dua jenis kelamin, pasti ada maksudnya. Sudah ada perannya masing-masing. Ada tugas yang melekat padanya sejak mereka dilahirkan ke dunia. Terkadang permasalahannya ada pada men-sinergikan antara tugas dan perannya di dunia.

Kemandirian wanita bagi saya adalah satu hal yang seharusnya dimiliki oleh seorang wanita. Karena jika wanita tidak memiliki karakter ini, maka kecenderungannya akan mudah dipengaruhi atau di dominasi oleh orang lain. Kemandirian bukan berarti tidak memerlukan bantuan orang lain, tetap saja aspek sosial manusia tidak bisa lepas dari seorang wanita. Namun, sifat kebanyakan wanita yang katanya, ‘ingin dimengerti dan diperhatiin’ (mengutip dari salah satu bait syair grup musik terkenal tanah air). Sifat itulah yang bisa jadi kelemahan seorang wanita. Walaupun gak cuma wanita aja yang pingin dimengerti dan diperhatiin, semua orang pasti suka dikasih perhatian. Namun, mendengar beberapa kasus yang sering saya dengar, begitulah adanya. Faktor emosi atau perasaan kasih sayang keibuan yang dianugrahi kepada seorang wanita sebagai penunjang tugas mulianya di dunia ini, yang menjadi salah satu faktor pemicunya. Faktor pemicu tersebut bisa menjadi nilai tambah yang positif atau justru menjadi negatif. Akan menjadi nilai tambah yang positif jika seorang wanita mengembangkan sisi kemandirian dalam dirinya sebagai penyeimbang anugrah kelemah lembutannya tersebut.

Semangat kemandirian tersebut saya lihat pada sosok-sosok wanita yang ditinggal meninggal dunia oleh suaminya. Bagaimana seorang ibu rumah tangga yang biasanya hanya mengurusi rumah tangga, kini harus berjuang mencari nafkah untuk membiayai kehidupannya dan anak-anaknya. Bukanlah hal yang mudah bukan? Tapi dengan tangan terampil seorang ibu, dan semangat kemandiriannya, mau tidak mau harus mendobrak potensi yang ada pada dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang bisa bernilai tambah. Jika sang ibu tersebut lemah, bisa jadi beliau stress atau depresi ketika ditinggal pergi suami tercinta. Tapi dengan kemandirian, lain ceritanya.

Kalo gitu, bagaimana caranya memupuk semangat kemandirian itu ya? Macem-macem siy bentuknya, tapi satu hal yang pasti, bagi yang sudah lulus kuliah, bagaimana caranya sudah bisa mencukupi kebutuhan pribadi tanpa ada sokongan dana dari ortu lagi. Atau kalo yang masih sekolah atau kuliah, mungkin cari-cari kesempatan, gimana caranya bisa nambah uang jajan. Lebih dari itu, bukan hanya bebas secara finansial, namun cara pandang mandiri juga harus mulai ditumbuhkan.

Kemandirian itu bukanlah barang yang langsung sekali jadi, butuh proses, termasuk diri ini yang juga sedang belajar arti kemandirian dan berusaha mengaplikasikannya dalam kehidupan.

Waallahua’lam bishowab..


0 komentar:

Post a Comment