Keharmonisan melahirkan kebahagiaan

Bismillahirrahmanirrahim.

"Kebahagiaan adalah bila apa yang dipikirkan, apa yang dikatakan, dan apa yang dilakukan, berada dalam keharmonisan." (Mahatma Gandhi)

Cukup sulit memang menyelaraskan antara apa yang kita pikirkan dengan apa yang kita katakan. Terkadang, ketika kita sedang berkomunikasi dengan teman, kerabat, ataupun yang lainnya, seringkali apa yang kita maksudkan tidak sesuai dengan keluar dari mulut kita. Alhasil, lawan bicara kita tidak mengerti atau tidak nyambung dengan apa yang sedang kita bicarakan. Atau terkadang, lawan bicara kita malah salah persepsi. Jadi, ketika kita bisa menyelaraskan antara pikiran dan ucapan kita, maka secara tidak langsung kita akan membuat orang lain paham akan apa yang kita bicarakan. Ketika kita sudah bisa 'konek' alias nyambung dengan teman kita, maka hubungan antara keduanya menjadi lebih menyenangkan alias harmonis. Walaupun untuk membuat suatu pembicaraan menjadi menyenangkan atau harmonis, butuh variabel lain (misalnya wawasan & pergaulan, lamanya berinteraksi/berteman,dll), namun hal itu tidak menghambat terciptanya keharmonisan disana. Buktinya, ada orang yang baru kenal, tapi mereka tampak akrab!
Susah juga lho, melakukan semua hal yang kita katakan. Bahkan saya bisa ngejamin bahwa tidak ada satupun orang di dunia ini yang bisa melakukannya, kecuali Rasulullah. Dan bagi saya tidak menjadi masalah jika fenomena itu terjadi, karena sekali lagi, memang sulit untuk merealisasikan dengan perbuatan apa-apa yang dikatakan. Oleh karenanya kita akan senang sekali jika bertemu dengan orang yang komit dengan omongannya tersebut. Kita akan merasa senang bisa berkenalan dan berteman dengannya. Apalagi kalo setiap ucapannya bernilai kebaikan. Wah, pokoknya top deh!
Jadinya, saya setuju dengan apa yang dikatakan gandhi tersebut. Soalnya orang yang memiliki pribadi seperti apa yang dikatakan gandhi tersebut, adalah sosok pribadi yang menyenangkan, yang melahirkan kebahagiaan.

Momentum perbaikan diri dan tabiat seorang manusia

Gempa tsunami yang mengguncang NAD, Sumatra Utara, dan beberapa wilayah Asia merupakan teguran dari Sang Pencipta untuk seluruh umat manusia di muka bumi. Bagi orang-orang yang langsung mengalaminya, tentunya akan berdampak lebih dalam dibandingkan dengan yang tidak mengalaminya langsung. Dampak tersebut bukan hanya dalam hal meninggalkan bekas duka yang dalam saja, melainkan mengembalikan diri manusia kepada jalan yang benar. Jalan yang benar di sini bukan hanya meliputi kembalinya manusia kepada Tuhan-Nya dengan mengerjakan ibadah-ibadah ritual semata, melainkan menyadarkan manusia akan peran-Nya di muka bumi sebagai penjaga, pengatur, dan pemelihara alam semesta yang diamanatkan kepadanya. Bersyukurlah orang-orang yang segera mengambil hikmah dari kejadian tersebut, lantas melakukan perbaikan diri. Bersedihlah orang-orang yang tidak mampu mengambil hikmah darinya, karena sejatinya setiap manusia membutuhkan suatu momentum kejadian untuk merubah dirinya. Baik itu kejadian kecil, ataupun 'yang menghebohkan'. Jadi, terlalu sayang jika kita membiarkan momentum tersebut lepas, setelah ia muncul di hadapan kita.
Bagi masyarakat Indonesia, begitu banyak kejadian akhir-akhir yang bisa dijadikan momentum perubahan-khususnya individu. Bencana alam yang bertubi-tubi menghatam negri ini, seharusnya bisa dijadikan pelajaran tambahan untuk kehidupan kita. Mungkin teguran bagi manusia khususnya rakyat Indonesia untuk kembali menjaga kelestarian alam, atau sebuah teguran bagi manusia Indonesia untuk berhenti merusak diri sendiri dengan melanggar norma-norma agama. Tapi Ironisnya, mungkin telinga kita sudah perlu diperiksa ke dokter THT, pasalnya kondisi sosial yang ada di negri ini (mulai dari tontonan televisi, majalah, kasus seks di luar nikah, dll tetap berjamur) tidak terlalu banyak berubah. Kalapun saya melihat perubahan yang terjadi-headline koran tempo: Doa dan Dzikir bersama di Masjid Istiqlal (6/1), maka bisa jadi cuma berlangsung sebentar. Ketika bencana-bencana berangsur pergi menjauhi Indonesia, bisa jadi kita kembali melakukan kemaksiatan. Apakah memang seperti itu tabiat manusia? Kalaupun memang demikian, maka selagi punya kesempatan buat berdo'a, maka banyak-banyaklah berdo'a dengan penuh kekhusyukan agar Allah swt. senantiasa menetapkan hati kita pada Jalan yang membawa keselamatan di dunia dan akhirat. Waallahu a'lam bishowab.