Full time worker or Full time mother?

Selama satu semester ini saya mengajar di sebuah sekolah dengan sistem fullday school. There are so many things I learn from here.. Tugas-tugas yang diamanahkan kepada saya membuat potensi yang ada di dalam diri ini terasah kembali. Skill komunikasi dan manajerial adalah dua ujian dan tantangan yang Dia berikan kepada saya. Saya cukup kerepotan dan hampir putus asa di buatnya. Ujian komunikasi yang saya rasakan cukup berat adalah dengan terlibat dalam POMG. Ada sesuatu yang mengganjal di hati ini ketika akan menjalin komunikasi dengan orang tua murid. Sebagai jembatan penghubung antara orang tua murid dan sekolah, perasaan khawatir memberikan informasi yang tidak sesuai dengan sumbernya yang berakibat timbulnya prasangka yang tidak-tidak antara kedua belah pihak kerap mampir di pikiran. Ingin rasanya mengundurkan dari amanah ini, tapi apakah itu sebuah solusi? Administrasi di sekolah sebagai seorang guru yang mengajar tiga disiplin ilmu di sekolah kerap menyita waktu dan konsentrasi. Akibatnya saya menjadi kurang disiplin dalam mengumpulkan laporan-laporan ke atas. Seringkali orang menasihatiku untuk memperbaiki manajemen waktu. Tapi entahlah nasihat itu terlalu teori untukku. Masalah yang satu itu memang mudah untuk dilontarkan, teori-teori yang dipaparkan pun terasa indah di dengar, namun belum ada yang klik di hati. Kata kakak saya berarti yang sebenarnya bermasalah adalah manajemen dirimu. Yak, betul sekali mbak. Oleh karenanya saya sedang mencari formula yang tepat untuk diri ini. Ramuan harus segera dibuat, karena saat ini kondisi berbeda dengan sebelumnya. Kalau saya masih bermasalah dengan manajemen diri, bagaimana bisa menajdikan potensi diri bisa ter-eksplore dan bermanfaat untuk orang sekitar?
Setelah masa ujian berlalu, tiba saatnya anak-anak berlibur. Tidak ketinggalan dengan para guru. Namun namanya juga seorang guru, walaupun libur tetap saja ada lintasan pikiran bagaimana caranya agar semester selanjutnya prestasi anak didik lebih baik lagi. Bahkan mungkin ada di antara teman-teman saya yang mulai menyiapkan administrasi mengajar seperti silabus, RPP, modul, dsb. Jadi kayak gak libur aja, cuma pindah lokasi dan suasana kerja aja. Selama liburan ini saya lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Mamah sedang pergi jauh, si mbak sedang pulang kampung- ada urusan yang sangat penting katanya. Jadilah saya dan saudara kembar saya (laki-laki) menjadi penghuni terakhir. Sebagai satu-satunya wanita di rumah, jadilah saya yang terkena tanggung jawab untuk mengurusi rumah. Itung-itung latihan menjadi ibu rumah tangga, ya..gak masalah, toh lagi libur sekolah, sehingga tidak terlalu disibukkan dengan kerjaan sekolah. Rasanya diri ini semakin belajar untuk menjadi dewasa walaupun sisi childisnya masih sering keluar. Sedikit demi sedikit ngolah bahan makanan yang ada di rumah, fiuh..nyapu dan ngepel rumah, nyapu pekarangan, dll. Emang bener kata kakak, kalau terus dilakonin, kerjaan rumah memang gak ada habisnya. Waktu untuk bercanda dengan keponakan pun terasa lebih dari biasanya, bahagia deh rasanya..peluh yang ada terasa hilang entah kemana. Alhamdulillah selama liburan ini ada yang minta les privat tambahan, so walaupun libur masih dapet uang saku tambahan..;p selain itu ada kegiatan yang variatif juga, seling sehari di rumah sehari ke luar. Suasana yang amat berbeda akan terasa ketika saya mulai mengajar kembali di sekolah. Sempat terfikir untuk memilih menjadi half time worker-half time mother, artinya saya tinggalkan pekerjaan saya saat ini kemudian mencari kegiatan lain yang sesuai dan menghasilkan, serta belajar untuk menjadi seorang wanita..........(apa ya?) Tapi apakah solusi tersebut solutif? Bagaimana dengan murid-murid saya? Permasalahan yang dihadapi sekolah sudah cukup kompleks, akankah saya menambahnya dengan keputusan ini? Bukankah saya sudah terikat kontrak atau perjanjian untuk bekerja selama 1 tahun di sekolah ini? Apakah hanya sampai di sini batas keteguhanmu memegang komiten atau janji? Entahlah... Namun pada akhirnya..
Alhamdulillah..cahaya mulai terlihat di relung hati dan fikiran ini.. Tanyakan kembali pada nurani, mohon bantuan pada ilahi, lakukan evaluasi diri (analisis swot), apa sesungguhnya yang kau cari di dunia ini.. Pergi ke toko buku cari inspirasi.. Sampai akhirnya perasaan optimis itu muncul kembali. Allah lah yang menganugrahkan amanah ini kepada saya. Saya menjadi belajar banyak hal di sekolah ini. Wajar jika selama menuntut ilmu ada pengorbanan-pengorbanan. Saya harus mensyukurinya dengan memenuhi janji dan memberikan karya yang terbaik. Setelah janji ini tertunaikan, hati ini sedikit lega, tapi bisa jadi ada amanah lain yang sudah menunggu tuk ditunaikan. Amanah apakah itu? Dia lah yang Maha Tahu yang terbaik untuk hamba-Nya. Apapun itu, Ya Rabb bimbinglah hamba-Mu ini agar senantiasa berada di jalan yang Kau Ridhai..Aaamiin.

Hari ibu..

Apakah yang merayakan hari ibu hanya para wanita saja? Tidak juga.. Setiap manusia yang lahir ke dunia melalui rahim seorang wanita hendaknya memaknai hari ibu juga.. Hari tersebut merupakan momentum bagi seorang anak untuk mengenang kembali jasa-jasa dan pengorbanan seorang ibu dan berbuat sesuatu untuk ibunya (lebih special dibandingkan hari-hari biasanya). Sudah seberapa besarkah pengorbanan yang kita berikan untuk ibu? Tidak akan pernah bisa membalas kasih sayang dan ketulusan hatinya melahirkan dan membesarkan seorang anak.

Oh bunda..
Ada dan tiada dirimu...
Kau selalu ada di dalam hatiku..

By: Melly G

Raising Happy Kids

Harga diri...
Kepercayaan diri...
Kemandirian...

Tiga hal yang berusaha dibangun pada diri anak oleh orang tua. Namun terkadang cukup banyak orang tua yang secara sadar ataupun tidak sadar meruntuhkan ketiga poin tersebut, diantaranya dengan lebih banyak mengeluarkan kalimat-kalimat yang bersifat menghardik atau kurang positive. Para guru sebaiknya ikut menanamkan ketiga poin tersebut pada diri anak dalam pola pendidikan di sekolah. Mudah-mudahan kekesalan karena perilaku anak yang melanggar aturan sekolah atau prestasi yang kurang baik dalam hal akademis tidak menyurutkan langkah seorang guru untuk menumbuhkembangkan ketiga hal tersebut. Semoga tetap terjaga keikhlasan dan kesabarannya ya bpk/ibu guru, aamiiin. Bagaimana kiat-kiat menumbuhkan ketiga hal tersebut bisa dibaca lebih lengkap dalam buku 'Raising Happy Kids' karya Elizabeth Hartley-Brewer yang sudah dialihbahasakan ke bahasa Indonesia oleh penerbit Inspirasi Buku Utama. Memang membawa inspirasi atau angin segar baru ternyata. Untuk pendidikan di Indonesia yang lebih baik tentunya.