Siapa yang paling tahu???

Bismillahirrahmanirrahim.

"Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal itu baik bagi kamu. Sebaliknya, boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu buruk untukmu."

Siapa yang paling tahu tentang apa yang terbaik buat kita di alam jagad raya ini? Tentu saja Dia bukan? Setelah itu barulah diri kita sendiri. Jadi jika demikian, layakkah kita bersikap sok tahu, kecewa, sombong, atau frustasi?
Setiap manusia diberi 'rasa' oleh Yang Maha Kuasa berupa perasaan sayang, cinta, suka, benci, marah, sedih, kecewa, bahagia, dsb. Ketika pada suatu keadaan kita dihadapkan pada suatu pilihan hidup, maka ada baiknya kita melibatkan tangan Allah swt. didalamnya. Bagi seorang muslim, biasanya dan sebaiknya kita melakukan shalat istikhoroh terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan atas pilihan2 tersebut. Sebelum itu tentunya, kita melakukan hitung menghitung keuntungan (manfaat) dan kerugian (mudharat) terlebih dahulu atas tiap-tiap pilihan yang ada tersebut, barulah kemudian dimantapkan dengan istikhoroh. Setelah perhitungan, usaha optimal, doa, dan istikhoroh dilakukan, barulah manusia bertawakal atas segala ketentuan yang digariskan oleh-Nya. Pasrah.... (bukan dalam arti negatif lho! ;D)
Adakah yang salah dengan dengan sikap pasrah? Tentu saja ada. Tergantung darimana kita memandangnya. Jikalau yang terjadi adalah pasrah yang tidak produktif, mau aja diinjak-injak oleh orang lain, menerima apa saja yang digariskan-Nya tanpa didahului oleh usaha yang sungguh-sungguh, gak punya prinsip hidup-seperti air mengalir saja, maka itu adalah pasrah yang kudu dihindari. Hal itu kurang mensyukuri kehidupan namanya... Wong disuruh mencari bekal amal kebaikan selama di dunia, eh ini teh malahan gak punya tujuan hidup, lemah, malas, loyo, gak produktif, dll. Siap-siaplah menjadi orang yang rugi kalo gitu...!! Oleh karenanya, kalo kita masih termasuk orang yang kurang produktif dan gak punya tujuan hidup, hayuk atuh kita bangun atau perbaharui tujuan hidup kita, agar tidak salah jalan...
Pasrah yang satu lagi adalah pasrah yang berkonotasi positif. Ketika usaha optimal sudah dilakukan, doa yang khusyuk sudah dipanjatkan, segala hal sudah dilakukan berdasarkan apa yang terbaik menurut kita, salahkah jika seorang makhluk yang lemah bersikap pasrah? Siapakah yang paling tahu di alam jagad raya ini? Tentu saja Dia..., Dialah Allah swt. yang Maha Mengetahui, Maha Bijaksana, Maha Pemurah lahi Penyayang. Sudahkah kita menjadi manusia yang pasrah dalam arti kata positif, lebih tepatnya lagi sudahkah kita menjadi hamba-hamba-Nya yang bertawakal atas segala ketentuan-Nya??? Kalaupun belum, mari kita sama-sama berusaha munuju kesana. Waallahua'lam bishowab.

Bismillah...
Jadwal hari ini cukup padat dan berat. Full dari j7 sampe j5 sore, plus ada ujian satu mata kuliah-ujian statistika matematika. Mulai ke kampus j7 pagi. Walaupun pagi ini kepala terasa berat, karena semalam habis bergadang bareng temen kos, buat belajar statmat, dipaksakeun wae lah. Jam 9 nya aku berencana ke hotel panghegar untuk mengikuti seminar 'Asuransi Syariah'. Sebenarnya sejak semalam aku masih menimbang-nimbang, kira-kira ikut seminar gak ya, soalnya jam 1 siangnya aku ada ujian tea. Akhirnya, aku ambil keputusan untuk ikut seminar tersebut yang dimulai pk.9.00 dan berakhir pk.12.00. Soalnya udah terlanjur beli tiketnya siy.. Kan sayang, lebar 15 ribu kalo ga jadi ;)
tik-tok..tik-tok..
Akhirnya ujian itu sudah berlalu.
Subhanallah, gak nyesel deh ikutan seminar itu. Aku jadi punya cita-cita yang ingin kugapai. Rasanya sudah mulai terbuka jalan keprofesian yang hendak kutempuh pasca kampus. Aku ingin menjadi seorang Aktuaris-lebih spesifik lagi seorang Aktuaris yang berkecimpung di lembaga keuangan syariah. Tapi bisa gak ya? Dengan kondisiku sekarang, dan kemampuan matematikaku yang seadanya gini, bisa nyampe gak ya..? Terkadang terbesit rasa pesimis. Namun, setelah dipikir-pikir lagi. Just do it! Jalanin dulu aja. Mudah-mudahan Allah swt senantiasa memudahkan langkah-langkah kecilku untuk bisa sampai ke sana. Allah swt bersamaku...senantiasa membimbing setiap langkah kecilku itu... Aku yakin itu... Hanya kepada-Nya saja setiap hamba berserah diri.
Mudah-mudahan impianku itu bukanlah suatu impian kosong, melainkan perlahan tapi pasti mencoba untuk merealisasikannya. Menjadikan itu motivasi untuk belajar matematika lebih dalam lagi. Yang ada dalam benakku saat ini adalah mudah-mudahan impian besarku itu menjadi sebuah persembahan yang sederhana untuk Allah, Rasuk, keluarga, dan masyarakat. Mudah-mudahan impian itu bukanlah lintasan pikiran sesaat yang sirna ditelan waktu, melainkan impian yang dapat melahirkan suatu azzam dan tekad yang kuat untuk bisa istiqomah dalam merealisasikannya.
Dengan bantuan, kekuatan dari-Nya, aku yakin aku bisa mewujudkan impianku itu... ;) Suatu tekad untuk terus maju dan maju!

'Life is not only for bread'

Bismillahirrahmanirrahim.

Kalimat judul di atas merupakan slogan dari perusahaan terkenal jepang, Masushita. Hidup tidak hanya untuk mencari kepuasan materi saja, tapi ada bentuk lainnya, yaitu kebahagiaan batin. Dalam bukunya Ary Ginanjar Agustian yang sedang saya baca-ESQ Power, setiap manusia memiliki fitrah untuk membangun kesadaran untuk menjalankan nilai-nilai kemanusiaan, seperti kejujuran, keterbukaan, kepedulian, saling membantu jika kesusahan, saling menyayangi, saling mengasihi, saling tolong, dll. Jadi, kesadaran untuk melakukan nilai-nilai kebaikan itu bukan hanya dibangun dari luar system, seperti ingin dipuji orang lain ataupun tuntutan peran, tapi ternyata itu adalah suatu kebutuhan yang setiap manusia akan merasa kehilangan jika kebutuhan tsb tidak terpenuhi. Dalam buku ESQ Power tersebut, dikemukakan beberapa contoh kasus yang sering terjadi di dunia eksekutif atau top level manager, yaitu kasus bunuh diri yang dilakukan oleh para eksekutif muda berumur 30-an, saat semua kebutuhan materinya sudah seluruhnya terpenuhi. Ketika semua kebutuhan materi sudah terpenuhi atau posisi sudah berada di wilayah kemapanan, lantas terbesit dalam pikiran mereka, “mau apa lagi sekarang?”. Mereka bingung, batinnya kering, hidup dalam keterasingan kemewahan dunia. Ada sesuatu yang hilang dalam diri mereka. Ternyata tidak selamanya kebahagiaan itu dapat dipenuhi dengan materi. Tapi bukan berarti kita pasrah dengan kondisi keduniaan kita sekarang, tanpa ingin berjuang memajukannya. Bukankah berbagi saat keadaan ekonomi cukup itu lebih bahagia dibandingkan, berbagi dalam kondisi kesusahan?

Ary Ginanjar mengungkapkan dalam buku ESQ nya, fitrah/kebutuhan yang membangun manusia untuk senantiasa melakukan kebaikan ada pada wilayah God Spot. Para ilmuwan pun meyakini keberadaannya. Kita lebih mengenal god spot tersebut dengan istilah suara hati nurani. Saat kita melalui hari-hari hidup di dunia, tentunya sering dihadapkan pada keadaan harus memilih tindakan yang akan dilakukan-setiap detik, setiap menit, dan setiap jam. Di sanalah peran hati nurani dalam mempengaruhi keputusan yang akan diambil, yaitu saat dihadapkan pada pilihan-pilihan ataupun kebiasaan-kebiasaan. Hanya saja, suara hati nurani dalam tiap manusia tidak selamanya didengar, ada berbagai macam belenggu yang seringkali meliputinya, yaitu prasangka dan paradigma. Untuk lebih lengkapnya, baca aja ya buku ESQ seri 1 dan 2 nya. Dijamin bagus deh! (jadi promosi nih… ;p) Buku itu mengajak kita untuk meningkatkan kemampuan IQ, EQ, dan SQ kita, menjadi pribadi yang kamil (seutuhnya). Peran God spot ini lebih memenuhi kebutuhan manusia dalam wilayah SQ (Spiritual Quation).

So, jika anda sekarang masih berkutat dalam paradigma materi di atas segala-galanya, maka cobalah untuk merubah paradigma tersebut, karena paradigma dunia mulai berubah, berubah menuju manusia yang mengoptimalkan wilayah IQ, EQ, dan SQ dalam dirinya, yang mampu melejitkan potensi dalam dirinya menuju kebahagiaan yang didam-idamkan.
Indahnya berbagi ilmu...;)
Waallahua’lambishowab.

Seringkali Kita Lupa...

Bismillahirrahmanirrahim.
Ada dua kenikmatan yang sering manusia lupa yaitu nikmat sehat dan nikmat waktu luang.
Ketika manusia sakit barulah terasa begitu enaknya punya badan sehat. Saat sakit, badan terasa sulit sekali unuk diajak kompromi. Bawaannya ngeluh melulu. Waktu menjadi kurang produktif, karena seringkali kita menjadikan sakit kita sebagai pembenaran untuk tidak melakukan kegiatan rutin ataupun menunda pekerjaan yang seharusnya kita selesaikan. Kalo kata Aa gym, saat manusia sakit, sebenarnya bukan fisiknya saja yang sakit, tapi juga mentalnya. Misalnya saja ketika kita sedang sakit perut, terutama nih buat para wanita yang harus rutin melewatinya. Terkadang sakit tersebut menjadi pembenaran buat kita buat ngaringkuk aja di tempat tidur, dan akhirnya ijin dari berbagai aktivitas, baik itu kuliah, agenda rutin pribadi, ataupun rapat-rapat organisasi. Padahal sebenarnya sakit tersebut tidak akan betambah parah jika dibarengi dengan aktivitas rutin. Kita menjadi lebih manja ketika kita sakit. Apalagi kalo ortu dateng buat ngerawat kita, mmm...tambah deh manjanya. Jadi, saat kita sakit, bukan hanya fisik kita yang berusaha kita obati, tapi terapi psikis dan self motivation perlu dibangun juga.
Sebagaimana yang saya paparkan di awal tulisan ini, ketika sakit menghampiri, barulah terasa urgensi dari menjaga kesehatan. "Coba kemaren aku ga makan yang pedes-pedes!", "Lain kali gak akan telat deh makannya...", dan lain sebagainya. Ungkapan-ungkapan itulah yang sering terlontar ketika kita sedang sakit. Sakit adalah sebuah teguran bagi orang yang tidak mampu menjaga kesehatan dan stamina dirinya dengan baik.
Nikmat lainnya yang sering manusia lupakan juga adalah nikmat waktu luang. Musuh bebuyutan dari waktu luang ini adalah kemalasan dan kesukaan untuk menunda-nunda pekerjaan. Yang saya amati dari fenomena di sekeliling saya dan juga dari pengalaman pribadi, kemalasan ini seringkali menjadi pembenaran untuk menunda atau tidak jadi melakukan suatu pekerjaan. Saat ini, kita udah gak malu-malu lagi untuk menjadikan malas sebagai alasan. Padahal sudah jelas itu bukanlah alasan yang syar’i. Ditambah lagi dengan lingkungan sekitarnya yang seolah-olah memaklumi sikap malas tersebut, dan kebanyakan orang mengambil sikap pragmatis dengan tidak menegur atas kemalasan tersebut. Memang sih, gak akan ada yang bisa nyembuhin penyakit malas ini selain diri orang itu sendiri. Pihak luar hanya bisa menstimulus, sisanya ya usaha pribadi yang gigih melawan kemalasan itu. Harus pandai-pandai memanajemen diri sendiri dan membangun visi hidup dan motivasi diri untuk menghadapi musuh yang satu ini.
Saat kemalasan sudah mulai bisa diatasi, barulah kita mulai dengan membiasakan diri untuk membuat perencanaan/schedule harian. Dengan adanya schedule tersebut, paling tidak meminimalisir diri kita dalam penyia-nyiaan waktu luang, walaupun tidak mereduksi seluruhnya, karena masalah pemanfaatan waktu, bergantung pada manajemen diri si orang tersebut. Berdasarkan pengalaman yang saya rasakan sampai saat ini, setiap harinya saya baru konsisten menjalankan kurang lebih 50% dari setiap schedule yang saya tuliskan. Walaupun begitu, bukan berarti kita lantas langsung menyerah dan berhenti untuk menuliskan schedule harian. Saya jadi teringat nasihat teman saya, "Kalo dengan adanya schedule saja kita sering nyia-nyiain waktu, apalagi kalo gak ada, lebih parah kali. Dengan adanya schedule, paling tidak kita punya kerjaan produktif yang akan kita lakukan, jadi gak perlu nyari-nyari aktivitas lagi. Kalo gak ada perencanaan, biasanya lebih banyak kita menghabiskan waktu kosong itu dengan aktivitas-aktivitas yang teu puguh.".
Akibat dari males dan suka-suka nunda pekerjaan adalah terakumulasinya pekerjaan di satu waktu, yang akhirnya berimplikasi pada tidak masimalnya pekerjaan/tugas yang kita lakukan dan penyakit stress, BT, dll. Teman kos saya yang dulu punya cara unik dalam mengatasi rasa malas dalam dirinya. Dia malah menghampiri rasa malas itu kemudian berusaha keras untuk melawannya. Yang saya maksudkan disini, saat dia dihadapkan pada dua pilihan aktivitas penting yaitu antara aktivitas yang malas untuk memulainya dan yang senang untuk melakukannya, maka dia akan memilih pilihan pertama. Sehingga dia menjadi terbiasa melawan kemalasan itu untuk kemudian ditaklukkannya dengan mudah.
Tiada yang mengenal kita selain diri kita sendiri. Sejauh mana kekuatan fisik kita, kemampuan manajemen diri kita, dsb, kita sebdirilah yang paling mengetahuinya. "Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya." Mengenal bagaimana seharusnya seorang manusia bersyukur atas karunia yang dianugrahkan Tuhan kepadanya dengan tidak pernah melupakan semua nikmat kepadanya, termasuk didalamnya nikmat sehat dan nikmat waktu luang. Waallahua’lam bishowab.

Antara Idealisme, egoisme, dan apatisme...??

Bismillah...
Hayo kamu masuk dalam golongan yang mana? Mmmm...kalo saya sendiri termasuk golongan yang mana ya? Atau semua sifat itu ada dalam diri saya? Kayaknya gitu deh... ;p
Semalam, antara pk.23.00-24.00 wib, saya mendengarkan radio 102.65 MQ FM. Pada jam itu adalah saatnya acara 'Nuansa Malam' yang membahas tentang fenomena yang sering ditemui dalam keseharian kita. Nah, semalem tuh mengangkat tema 'Antara Idealisme dan Egoisme'. Kasus yang diangkat berkaitan dengan tema ini adalah kasus seorang aktivis-mahasiswa di salah satu universitas terkenal di bandung, yang meninggalkan kegiatan organisasinya untuk concern kuliah. Penyebabnya adalah tekanan orang tua dan keinginan aktivis tersebut untuk menekuni bidang kuliahnya lebih dalam lagi. Di sisi lain, kawannya seorganisasi-yang notabene juga merupakan seorang aktivis, menilai tindakan temannya tersebut sebagai suatu sikap yang egois. Bagaimana pendapatmu tentang kasus tsb?
Menurut saya ada 2 tipe orang SO (Study Only/Study Oriented), yaitu tipe apatis alias gak peduli dengan gejolak sosial di sekitarnya. Kejadian apapun itu selama itu tidak merugikan dirinya, ia tidak akan menggubrisnya-bahkan hanya untuk berkomentar. Sedangkan yang satunya lagi adalah tipe Idealis-pragmatis. Bukan berarti orang yang meninggalkan organisasi dan kemudian mulai concern ke kuliahnya, sudah tidak peduli lagi dengan masalah sosial ataupun masalah yang sedang menimpa bangsanya. Bisa jadi dia mulai membaca keadaan sosial yang terjadi di negara ataupun secara global, dan dia menemukan fenomena sebagai seorang mahasiswa yang lulus dengan titel SE, SSi, ST, SH, dsb, punya tanggung jawab tersendiri untuk membangun masyarakatnya dengan bidang ilmu yang ditekuni selama kurang lebih 5 tahun tersebut. Itulah gambaran tipe Idealis-pragmatis. Sedangkan apatis, memang lebih dekat kepada egois-yang penting urusan saya sudah beres-masa bodoh dengan yang lain. Menurut saudara sepupu saya, gak apa-apa lah sebagai mahasiswa hanya kuliah saja dulu tanpa kegiatan organisasi. Barulah nanti saat lulus, mulai ditumbuhkan rasa kepedulian dan nasionalisme pada diri mahasiswa tersebut. Atau seiring dengan berjalannya waktu dan semakin dewasanya sikap seseorang, maka secara otomatis rasa kepedulian dengan lingkungan sekitar akan semakin bertambah. Tapi, menurut saya kehidupan selama di kampus secara langsung ataupun tidak, memberikan kontribusi cukup besar dalam pembentukan cara pandang, pemikiran, dan karakter seseorang setelah ia dewasa. Bisa dibilang saat menjadi mahasiswa adalah saat pencarian jati diri yang mengambil porsi cukup besar dalam hidupnya, dengan semangatnya, gairah mudanya, nalarnya, dan kemudahan akses/informasi yang datang kepadanya. Jadi, ketika masa-masa tersebut dilewati begitu saja tanpa makna, maka akan cukup sulit untuk merubah cara pandangnya ketika dia dewasa, walaupun begitu saya tidak menafikan terdapat orang-orang yang berubah cara pandang, sikap, dan kepribadian setelah ia dewasa.
Masuk ke dalam golongan apapun kita, saya yakin selalu ada titik-titik nurani dalam diri setiap manusia yang menggugah rasa kepeduliannya. Jangan terlalu cepat menjustifikasi seseorang tanpa terlebih dahulu melihat latar belakangnya, karena itu akan mengurangi kebijaksanaan, rasa empati, dan simpati dalam diri kita, termasuk perlakuan/sikap kita terhadapnya. Tiap diri akan diminta pertanggungjawabannya suatu saat nanti. Tiada yang mengenal kita selain diri kita sendiri. Setiap pilihan meminta suatu konsekuensi, dan hadapilah konsekuensi itu dengan sebijaksana dan setegar mungkin. Mudah-mudahan kita senantiasa berada pada pilihan yang diridhoi-Nya... Amin.
Waallahua'lam bishowab.

Bismillah.., saya yakin saya bisa!

Bismillah…

Pagi ini berjalan seperti biasanya. Gak sepenuhnya sama siy, ada beberapa variasi. Baca Koran pagi ini, headlinenya tentang kontroversi blok ambalat, Indonesia Vs Malaysia. Rasanya isu nasional cepat sekali berubah. Rasanya baru kemaren heboh-heboh tentang kenaikan harga BBM. Eh sekarang udah beda lagi isunya, tentang clash dengan tetangga. Tapi satu hal yang pasti dan membuatku sedih, yaitu dari hari ke hari negri ini didera oleh berbagai macam cobaan, khususnya akhir-akhir ini. Ya, mudah-mudahan suatu saat nanti isi dari headline Koran adalah ‘ditemukan formula…’, ‘Selamat atas keberhasilan Indonesia..’, ataupun ‘Kesejahteraan masyarakat Indonesia meningkat…’. Saya pikir itu bukanlah hanya impian pribadi saya saja. Saya yakin sebagian besar masyarakat Indonesia ingin agar kondisi keterpurukan ini suatu saat berubah menjadi kejayaan.

Dalam setiap diripribadi, selalu ada hasrat: ‘Hari ini harus lebih baik dari kemarin!’. Sejatinya harus selalu ada semangat baru dan pandangan optimisme setiap kita akan memulai hari-hari baru. Di tengah ketidakpastian takdir apa yang akan menghampiri saya siang, sore, atau malam hari ini, saya selalu berusaha untuk memunculkan rasa optimisme itu, walaupun itu kecil. Ketika pagi ini saya sudah siap dengan list kegiatan yang akan dilakukan hari ini, terkadang muncul perasaan pesimisme tidak dapat melakukan salah satu kegiatan yang tercatat dalam list tersebut yang mau tak mau harus dilalui, seperti presentasi misalnya. Adalah hal yang belum biasa bagi saya untuk berbicara di depan public. Tapi ya.., dengan kebulatan tekad, saya bisa! Do my best!, dan juga dengan mohon kemudahan dan kekuatan dari-Nya, saya mencoba untuk menjadi kuat, dan mampu mengendalikan diri. Lantas, pada pagi itu yang ada bukannya perasaan lari dari masalah, tapi maju menghadapi masalah itu. Ya, karena beberapa bulan yang lalu saya mendapatkan banyak pelajaran yang pada akhirnya menjadikan diri saya untuk tidak lari dari masalah yang sedang dihadapi, karena itu tidak akan menyelesaikan masalah, tapi justru menimbulkan masalah baru. Fiiuuuhhh…! ;) Finally, saya kuat, saya menghadapi hari ini dengan optimisme. Bismillahitawakkaltu’ alallah!! Takdir apapun yang tlah Allah swt gariskan kepada saya pada hari itu, i.a saya siap menghadapinya. Pasti ada hikmah besar dibalik setiap kejadian hari ini.

Hasil dari semua jerih payah yang kita lakukan di dunia ini, bermula dari bagaimana kita memandangnya. Kalau di awalnya kita udah yakin (gak ragu-ragu) bahwa kita bisa, maka kita pasti bisa. Tapi kalo mulanya kita udah yakin kita gak bisa, ya jangan aneh juga kalo hasilnya gak bagus. Bukan begitu kawan?!!

Waallahua’lambishowab.

Keajaiban ada di sekeliling kita

Bismillah...
Saat keajaiban datang, bagaikan mendapat sekarung emas saat kelaparan, bahkan lebih dari itu. Ia juga bagaikan memperoleh oase di padang pasir. Pokoknya bahagianya tak terkatakan deh. Keajaiban yang tak terduga, yang membuat hati kita bahagia itu, merupakan salah satu karunia dari-Nya yang tak ternilai harganya.
"Berbahagialah dengan Rahmat dan karunia-Nya"
Kesuksesan, keajaiban, pertolongan-Nya, kemudahan dalam kesulitan, kelancaran rizki saat melarat.... Itu semua merupakan bentuk-bentuk rahmat dan karunia Allah swt. Terkadang kita tidak menyadarinya. Terkadang kita merasa percaya diri bahwa kita bahagia karena kita yang membuat diri kita bahagia. Padahal tidak seperti itu. Sumber segala kebahagiaan sejatinya adalah berasal darinya. Kesuksesan itu, keajaiban itu, pertolongan-Nya itu, kemudahan dalam kesulitan itu, kelancaran rizki saat melarat itu,........ merupakan suatu karunia dari-Nya.
Manusia hidup di dunia ini untuk mencari karunia-Nya, karena manusia butuh bahagia, dan manusia berbahagia dengannya, dan Dia sangat berbahagia karena telah memberi kebahagiaan kepada umat manusia, apalagi kepada manusia yang senantiasa bersyukur.
Keajaiban melahirkan kebahagiaan. Keajaiban tersebar di sekeliling kita, tapi bagaikan pepatah 'Gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di sebrang lautan kelihatan', He..he..kurang lebih begitulah bunyi pepatahnya... Jangan mengejar keajaiban. Karena rasanya akan berbeda ketika keajaiban itu datang tak diminta dengan ketika ia terpaksa singgah. Keajaiban itu akan menghampiri orang-orang yang senantiasa mencari kebahagiaan sejati dengan kesungguhan hati, ketegaran jiwa, dan kerja keras. Ya.., yaitu kebahagiaan mendapatkan karunia-Nya, dengan cara yang diijinkan-Nya. Waallahua'lam bishowab.