Dipingit??

Jika seseorang akan menikah, sebagian orang tua melarang anak-anaknya keluar rumah. Beberapa orang menerimanya sebagai sebuah tradisi tanpa mengerti esensi di balik itu. Dipikir-pikir logis juga sih, tapi…...
Orang tua melarang anaknya untuk berpergian terlalu jauh dikarenakan khawatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan (sakit, kecelakaan, dsb). Atau lebih baik menenangkan diri di rumah, supaya lebih tenang hati. Bukankah yang terpenting dalam sebuah pernikahan adalah niat yang tulus untuk beribadah dan kesiapan diri untuk menjadi lebih dewasa dalam berfikir dan bertindak?
Jadi teringat kandungan salah satu ayat Al-quran, “Dimanapun manusia berada, takdir selalu menyertainya, kendatipun manusia berada dalam tembok yang tinggi lagi kokoh.”.
Kita tidak tahu takdir kita beberapa menit kemudian. Pilihan ada di tangan manusia. Setiap manusia pasti menginkan kebaikan.
Yah…lebih nyaman jika tetap beraktivitas seperti biasa. Pikiran terasa lebih dinamis jika fisik dinamis. Seperti air yang mengalir. Sambil berdoa, Bismillahi tawakkaltu ‘alallahu La haula wala kuwwata illa billah..

Nostalgia suasana ruang guru..

Siang ini saya mengunjungi ar-rudho, sekolah tempat saya mengajar untuk pertama kali.
Masuk ke ruang guru memberi sedikit kejutan kecil, membagi-bagikan undangan untuk mereka semua. Kurang lebih 2,5 jam saya berada di ruang guru. Saya teringat kembali suasana riuh celotehan para guru yang sering bercanda untuk melepaskan ketegangan, terutama bu euis.. ada aja bahan candaan. Atau mendengar cerita tentang tingkah anak-anak yang unik-unik. Menggelitik sekali..
Dalam hati saya bergumam, saya rindu suasana seperti ini. Apakah saya akan menemukannya di tempat lain?? I hope so..

Rasa khawatir lumrah di rasakan oleh tiap orang. Fitrah yang merupakan bawaan lahir.
Mengapa diciptakan rasa khawatir? Rasa khawatir mengindikasikan bahwa manusia makhluk yang lemah, yang memerlukan bantuan orang lain. Minimal butuh ditenangkan oleh orang lain ketika muncul kekhawatiran-kekhawatiran. Khawatir memicu manusia untuk memberikan persembahan yang terbaik dalam beramal/bekerja. Lebih dalam dari itu, raa khawatir mendorong manusia untuk dekat kepada Tuhan Yang Menciptakan. Karena Dia lah Yang Maha Berkehendak. Apa yang terjadi, terjadilah. Yang sudah ditetapkan tidak terjadi, maka tidak akan pernah terjadi. Tidak ada suatu yang kebetulan di dunia ini. Ada hikmah dari setiap kejadian.
“Hanya kepada-Nya lah orang-orang mukmin berserah diri”
“Sungguh bahagianya menjadi seorang muslim. Apabila diberi kenikmatan ia bersyukur, dan apabila ditimpa kesulitan ia bersabar. Kedua hal itu baik untuk dirinya. (Al-Hadist)”

Bentakan melemahkan kepercayaan dirinya..

Untuk bisa survive dalam hidup (menyikapi setiap permasalahan yang dihadapinya dengan baik), seseorang butuh kepercayaan diri… Kepercayaan diri untuk mengambil sebuah tindakan yang dianggap oleh dirinya benar atau baik..

Saya melihat seorang anak yang tidak berada jauh dengan posisi saya berada. Ia diomelin dengan nada yang tinggi oleh ibunya karena tidak bisa tenang ketika azan maghrib berkumandang. Setelah dibentak, saya tidak melihat reaksi perubaan dalam dirinya. Yang ada malahan sikap perlawanan. Si anak malah bersikap merusak barang yang ada di sekitarnya. Begitulah kira-kira perlawanan yang bisa dilakukan oleh seorang anak. Jadi, anak punya caranya sendiri untuk mengadakan perlawanan. Atau dalam bukunya Elizabeth Hartley-Brewer, “Raising Happy Kids”, disebut sebagai sikap taking control. Sang ibu menghendaki perubahan yang cepat pada diri anaknya dengan melakukan sikap penyerangan, begitu pula pada diri si anak yang justru bersikap defensif. Lantas, adakah penyelesaian dari permasalahan tersebut? Apakah sang anak menjadi tenang?
Ternyata bentakan hanya akan menurunkan rasa kepercayaan diri sang anak. Karena ketika seseorang dibentak, sasaran yang dikenai bukan pada sikapnya, tapi lebih pada orangnya. Padahal bukankah maksud kita mengomeli atau membentak seseorang adalah agar sikap orang tersebut bisa berubah? Orang dewasa bisa jadi sudah punya seabreg pengalaman manis pahitnya kehidupan sehingga ia bisa pandai menyikapi sebuah omelan. Namun, bagaimana jika hal itu terjadi pada seorang anak kecil yang sedang belajar arti kehidupan (di usia balitanya). Jika di awal perkenalannya dengan kehidupan ia sudah dibiasakan dengan bentakan dan bentakan, maka bukanlah suatu hal yang tidak mungkin jika di masa yang akan datang, anak tersebut tumbuh dengan kurangnya kepercayaan diri karena sering dibentak. Bentakan itu secara tidak langsung melegitimasi dirinya bahwa ia berbuat kesalahan. Makin sering dibentak, artinya makin seringlah ia berbuat kesalahan. Salah lagi..salah lagi…Begini salah begitu salah.. Jadi ragu-ragu untuk mengambil suatu tindakan yang baru..karena takut salah.. Padahal, bukankah wajar jika manusia berbuat suatu kesalahan. Belajar dari kesalahan agar bisa bersikap lebih baik lagi. Akan lebih parah lagi jika di sela-sela waktu yang lain anak kurang ditumbuhkan harga dirinya dengan pujian. Bisa jadi sang anak merasa tidak berharga dalam hidupnya.. Naudzubillah.. Mudah-mudahan kita tidak melakukan hal yang demikian…

Innallaha ma ana..

Semakin dekat saja waktunya..
Intrik-intrik mulai muncul ke permukaan..
Hanya doa yang pada akhirnya dipanjatkan setelah usaha dimaksimalkan..
Kesederhanaan adalah hal yang diutamakan supaya keberkahan itu kian bertambah..
Namun..
Manusia tidak hidup sendiri..
Ada berbagai kepentingan..
Syaitan pun tak mau kalah menggoda ketika manusia beribadah..
Melalui kekahawatiran2 yang tidak berdasar..
Doa dan doa terus diluncurkan sebagai senjata..
Hubungan dengan-Nya pun semakin dikuatkan..
Agar ketenangan selalu datang menghampiri..
Karena hanya dengan kepala dinginlah masalah bisa diselesaikan saat suasana kian memanas..
Bismillah, saya pasti bisa melewati fase ini atas bantuan-Nya..
Ya Rabb, bimbinglah hamba-Mu ini agar senantiasa berada di jalan yang Kau Ridhai..
Aaaamiin..

Ujian kenikmatan

Taken from tafsir fidzilal quran-Sayyid Qutb, Al-Qalam 17-33 :

Berkaitan dengan isyarat yang menyinggung harta dan anak-anak serta kebanggaan yang disombongkan oleh orang-orang yang mendustakan, Allah membuatkan bagi mereka suatu perumpamaan. Yaitu dengan mengetengahkan sebuah kisah yang kelihatannya kisah ini telah dikenal dan tenar di kalangan mereka. Melalui kisah ini Allah memperingatkan kepada mereka kesudahan sikap mengingkari nikmat, sikap kikir, dan melanggar hak-hak orang lain. Melalui kisah ini Allah menyadarkan mereka bahwa nikmat banyak harta dan anak yang ada pada mereka, tiada lain merupakan ujian bagi mereka, sebagaimana para pelaku kisah di dalam surat ini telah diuji, dan bahwa semuanya itu adalah milik Allah, dan bahwa mereka tidak akan dibiarkan dengan kenikmatan yang mereka miliki itu.

“Sesungguhnya Kami telah menguji mereka (musyrikin mekkah) sebagaimana kami telah mengujipemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik (hasil)nya dipagi hari, dan mereka tidak mengucapkan, ‘Insya Allah’, lalu kebun itu diliputi malapetaka (yang datang) dari Rabb-mu ketika mereka sedang tidur, maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita, lalu mereka panggil memanggil di pagi hari, ‘Pergilah di waktu pagi (ini) ke kebunmu.jika kamu hendak memetik buahnya.’ Maka pergilah mereka saling berbisik-bisikkan, ‘Pagi hari ini janganlah ada seorang miskin pun masuk ke dalam kebunmu.’ Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin) padahal mereka mampu (menolongnya). Tatkala mereka melihat kebun itu, mereka berkata, ‘Sesungguhnya kita benar-benar orang-orang yang sesat (jalan), bahkan kita dihalangi (dari memperoleh hasilnya).’ Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya di antara mereka, ‘Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, hendaklah kamu bertasbih (kepada Tuhanmu)?’ Mereka mengucapkan, ‘Mahasuci Rabb kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim.’ Lalu sebagian mereka menghadapi sebagian yang lain seraya cela-mencela. Mereka berkata, ‘Aduhai celakalah kita; sesungguhnya kita ini adalah orang-orang yang melampaui batas.’ Mudah-mudahan Rabb kita memberikan ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada itu; sesungguhnya kita mengharapkan ampunan dari Rabb kita. Seperti itulah azab (dunia). Dan sesungguhnya azab akhirat lebih besar jika mereka mengetahui.” (Al-Qalam: 17-33)

Dan pada waktu yang sama Al-Quran memberitahukan kepada kaum mukminin, bahwa apa yang mereka lihat ada di tangan kaum musyrikin, para pembesar quraisy, berupa berbagai macam nikmat dan harta kekayaan, tiada lain merupakan ujian dari Allah SWT yang mempunyai dampak dan akibatnya sendiri. Dan sudah menjadi sunnatullah bila Dia menguji hamba-hamba-Nya dengan nikmat, sebagaimana Dia menguji mereka dengan kesengsaraan, keduanya sama saja merupakan ujian dari Allah SWT. Adapun orang-orang yang angkuh, mencegah kebaikan lagi terpedaya oleh kesenangan yang dialaminya, maka hal itulah yang menjadi gambaran tamsil bagi kesudahan mereka:
“Dan sesungguhnya azab akhirat lebih besar jika mereka mengetahui.”

Adapun orang-orang yang bertakwa lagi berhati-hati maka bagi mereka surga yang penuh dengan kenikmatan di sisi Tuhan mereka:
“Sesungguhnya bagi orang-orang yang bertakwa (disediakan) surga-surga yang penuh kenikmatan di sisi Rabb-nya.”

Saya merasa malu ketika melihat kehidupan Rasulullah yang amat bersahaja, begitu juga istri-istrinya. Dituliskan dalam buku “Wanita penghuni syurga”, salah satunya aisyah. Mereka sering sekali makan hanya kurma dan air. Makan roti gandum yang enakpun bisa dihitung oleh jari dalam sejarah kehidupan mereka. Bukannya mereka tidak mampu, melainkan mereka mengerti hakikat dari harta dunia. Mereka hanya mengambil seperlunya, sisanya diinfakkan untuk orang-orang yang tidak mampu atau untuk kemajuan dakwah, subhanallah.. Para sahabat generasi awal, tiada yang meninggalkan dunia dengan harta yang berlimpah. Mushab bin umair pun, yang selagi mudanya hidup dalam kemewahan, ketika meninggal hanya meninggalkan selembar kain yang jika bagian atasnya ditutup, maka bagian bawahnya terlihat, begitu pula sebaliknya.

Ya Rabb, semoga saya bisa meneladani kebersahajaan hidup mereka, sehingga termasuk ke dalam golongan penghuni surga. Aamin..

Kenangan bersama Ar-Rudho





Guru tetap yang tak lebih dari 15 orang dan sistem kelas kecil yang berisi 6-9 orang, membuat saya mengenal ciri khas dari tiap-tiap anak dan rekan guru. Kebersamaan saya bersama mereka selama kurang lebih 7 bulan memberikan arti kepada saya akan banyak hal yang tak mungkin bisa terlupakan kecuali atas ijin-Nya. Terutama saat-saat dimana hari terakhir saya di sana. Saya tidak menyangka bahwa kehadiran saya bersama mereka memberikan kesan yang begitu mendalam dalam sanubari beberapa murid. Mengajar dan mendidik dengan hati. Ketika saya punya masalah pribadi atau di luar sekolah, saya akan berusaha untuk menampakkan wajah ceria ketika berhadapan dengan murid-murid. Bibir saya kembali tersenyum ketika para murid mulai menunjukkan kenakalannya ataupun sikap kritisnya ketika dinasihati oleh gurunya. Cara pandang dan sikap positif berusaha ditumbuhkan ketika menghadapi murid-murid. Walaupun demikian, terkadang kenakalan mereka tersebut melebihi ambang batas wajar, karena sudah mengambil hak-hak orang lain. Hal itulah yang akhirnya mendorong para guru untuk memberikan sedikit peringatan atau hukuman yang sedikit mengambil hak mereka agar mereka merenungi kembali sikap buruk yang telah dilakukan.