Mental primitif

Apakah itu mental primitif? Ternyata menurut sosiolog imam prasojo, adalah mental yang hanya mengandalkan emosi saja (dikutip dari acara Apa Kabar Indonesia). Tidak berfikir, bagaimana ke depannya jika saya melakukan suatu perbuatan. Jadi lebih bersifat reaksional. Tidak salah melakukan sesuatu dengan intuisi, tapi sebaiknya dikombinasikan juga dengan nalar. Acara perbincangan di televise swasta tersebut sedang menyoroti tentang tragedi tawuran antara Mahasiswa UKI dan YAI. Ulah sekelompok orang dari dua belah kubu telah mencoreng citra para mahasiswa lain yang sedang kuliah di kedua kampus tersebut, begitu juga citra rektorat kedua belah pihak, bahkan citra Mahasiswa secara umum. Ternyata pemicunya adalah hal-hal sepele, kemudian ditanggapi dengan kekerasan, saling berbalas-alias dendam, lantas membesar menjadi tawuran. Hal tersebut dilakukan berdasarkan emosi dan amarah, tanpa berfikir akibatnya yang akan merugikan lingkungan sekitar. Padahal jika ada yang tidak beres dengan lingkungan sekitarnya, maka hal itu akan berdampak pada dirinya sendiri kelak. Suatu kebaikan ataupun keburukan yang dilakukan, akan terasa dampaknya pada diri pribadi.
Mental tersebut, ternyata masih dimiliki oleh beberapa pekerja tambang disini, umumnya pekerja yang berasal dari daerah sini (warga lokal). Mereka bertindak semaunya sendiri mengindahkan peraturan yang dibuat perusahaan. Mau tetap digaji, tapi sering tidak masuk kerja tanpa alasan yang jelas, padahal masih dalam masa percobaan. Ketika ditindak, mereka tidak terima, malah berbalik mengancam, meneror, dsb.
Ada kasus di perusahaan suami. Saya sampai merinding mendengar ceritanya. Rekan kerjanya, sebut saja Pak W. Pak W ini terpaksa memberhentikan salah seorang pekerja, disebabkan kinerjanya yang tidak bagus, yaitu sering tidak masuk. Si pekerja ternyata tidak terima dengan tindakan tersebut. Dia mengajak teman-temannya yang lain dan kemudian melakukan tindakan terror terhadap Pak W dan keluarganya, sambil membawa parang dan alat-alat tajam lainnya. Istri beliau terpaksa harus dikembalikan ke rumah orang tuanya di pulau Jawa untuk sementara. Pak W ini juga terpaksa memajukan waktu cutinya untuk menghindar dari teror yang dilakukan oleh oknum dengan mental primitif tersebut. Memang pada akhirnya kejadian tersebut membuat kita lebih berhati-hati bersikap. Namun saya sekaligus prihatin dengan sikap para oknum yang sulit diatur dan bertindak semaunya sendiri dengan kekuatan kekerasan (premanisme). Adakah keuntungan yang diperoleh dari kekerasan??


0 komentar:

Post a Comment