Sehari setelah kegiatan intensif berakhir, saya dan kedua sepupu saya yang dari banjar patroman-ciamis (tempat ibu saya dibesarkan), jalan-jalan ke monas dan ranggunan.
Tadinya siy rencanya cuma mau ke monas aja. Lagi pingin jogging. Perasaan udah lama juga gak olahraga, apalagi selama intensif ini. Tampaknya badan akan terasa lebih seger aja. Tapi ternyata eh ternyata, saat kita naik trans Jakarta ada keluarga yang akan ke ranggunan. Kita jadi tergoda untuk ke sana deh. Pas kedua bocah itu ditanyain pendapatnya mau ke ranggunan atau enggak, mereka jawab, boleh-boleh aja. Justru wajah mereka tampak berbinar-binar saat kuajak mereka ke sana. Dan memang setelah sampai di sana, mereka tampak tidak lelah untuk mengajak saya keliling ranggunan yang luas itu. Ck..ck..fiuh..memang saatnya bertualang.
Menurut saya mendingan kebun binatang (KB) ranggunan kemana-mana dibandingkan kebun binatang bandung. Kalo ke kebun binatang (KB) bandung, perasaannya miris banget ngeilat binatang-binatang yang ada di sana, kasian…kayak gak diurus. Udah gitu, gajah yang di KB bandung udah tua deh.. Harusnya dia udah pensiun, tapi masih disuruh show aja..
Yang mengagumkan dari KB Ranggunan adalah tempat penangkaran primata, PUSAT PRIMATA SCHMUTZER namanya. Tempat itu adalah tempat untuk merawat primata-primata yang ketahuan diselundupkan. Jadi primate yang ketahuan diselundupkan ke luar Indonesia dirawat terlebih dahulu di sini, baru dikembalikan ke habitat aslinya. Padahal beberapa primata, seperti orang utan, udah sedikit jumlahnya. Kalo gak segera dilestarikan bakalan punah.
Dari sana saya sedikit tahu tentang perilaku orang utan. Bagaimana ia tumbuh menjadi dewasa, merawat anak-anaknya, dan kecerdasannya meliuk-liuk, bergelantungan dari satu dahan pindah ke dahan pohon yang lain. Ada jenis primate yang cukup cerdas, simpanse namanya. Selama ini saya mengira, yang namanya simpanse itu kecil, seperti tokoh ceetah dalam film tarzan. Ternyata ia bisa tumbuh besar sebesar manusia berusia 15 tahun yang gemuk, mirip gorilla, cuma lebih kecil lagi, dan warna bulunya keabu-abuan (kalo gorilla kan bulunya berwarna hitam pekat). Waktu ia ditonton manusia, sering difoto, dan disorakin, ia seperti marah. Ia lantas membelakangi manusia dan kemudian agak jongkok seperti orang buang air besar. Lantas setelah itu ia menampung kotorannya itu di tangannya kemudian melemparkannya ke arah manusia. Jelas aja yang ada di sekitarnya langsung pada berhamburan gak jelas. Mungkin kalo simpanse itu bisa bicara, ia akan bilang, “Rasain lho! Lagian siy sudah mengganggu ketentramanku aja..”.
Trus di tempat itu ada segerombolan Gorila, Kimbo nama pemimpinya. Tapi tampaknya siy kimbo gak terganggu dan cuek aja dengan kegaduhan yang dibuat si simpanse. Si kimbo tetap nyantai tidur-tiduran di dalam Gua dengan kaki di naikkan nempel ke dinding sambil makan pisang. Trus ada beberapa monyet macoy yang sasling bersahut-sahutan membuat irama lagu berjudul nuansa hutan. Soalnya dengan bunyi-bunyian yang mereka buat, berasa seperti sedang berada di dalam hutan rimba belantara.
Saya kagum dengan tempat penangkaran primata ini. Beginilah seharusnya manusia menjaga alam. Motto mereka, “Manusia menjaga binatang-binatang. Binatang menjaga alam. Alam menjaga manusia.” Sungguh keseimbangan ekologi yang indah… =)
0 komentar:
Post a Comment