Oh bunda....

Saat ini saya sedang di jakarta. Di akhir penghujung Ramadhan yang mulia ini, ada sepenggal kisah yang membuat saya merenung.
Suatu hari di sela-sela obrolan siang saya besama mamah, ada cerita menarik yang mengetuk hati saya. Walaupun tidak ada yang spesial dari cerita tersebut, entah mengapa cerita itu membuat saya merenung. Beliau bercerita tentang bisnis kue lebarannya yang lumayan tahun ini dan intrik-intrik yang menyertai proses pembuatan kue tersebut.
Intrik yang akan saya angat dalam media blogger ini yaitu tentang pembagian uang upah para karyawan yang ikut membantu ibu memproduksi pesanan kue lebaran. Alhamdulillah, walaupun omset tidak terlalu besar, mamah bisa bagi-bagi rejeki ke saudara-saudara-karena sebagian besar karyawannya adalah saudara dari mamah sendiri. Di antara para karyawan tsb, terdapat ibu dan anak. Sang ibu memilih untuk dibayar harian sedangkan sang anak memilih untuk dibayar di akhir proses produksi. Jadi saat para karyawan di penghujung Ramadhan menerima Gajinya, sang ibu tidak lagi. Saat pembagian gaji, sang anak tidak ada di Jakarta karena harus menjemput adiknya di kampung untuk berlebaran di Jakarta. Mereka memilih Lebaran di Jakarta karena tidak punya uang yang cukup untuk mudik. Sebagian besar anggota keluarga mereka kini tinggal di Jakarta. Saat diberitahukan jumlah uang yang diperoleh si anak sebagai hasil jerih payahnya selama ini, sang anakpun terkejut seraya berucap hamdalah dikarenakan jumlah uangnya yang cukup besar. Namun ada satu hal yang membuat saya terkejut, sang anak berkata "mamah is, uang gaji 'B' jangan dititipin ibu ya..". Mengapa bisa begitu? Mamah saya menduga, bisa jadi uangnya khawatir dipake-lantas habis. Ada beberapa hal yang menurut saya janggal mewarnai hubungan seorang ibu dan anak. Diantaranya tidak adanya kepercayaan antara keduanya. Selain itu, kejadian itu makin membuat saya semakin percaya akan kebenaran peribahasa "Kasih ibu sepanjang hayat, kasih anak sepajang galah". Padahal, walaupun dalam mendidik anak seorang ibu tidak minta untuk dibayar, sudah sepatutnya sang anak membalas kebaikannya sebaik mungkin, dalam hal ini misalnya menyisihkan sedikit penghasilannya untuk ibu tersayang. Bahkan jika semasa hidup sang anak berusaha untuk membalas kebaikan ibunda, saya pikir tidak akan pernah cukup.
Bunda.......saya sayang bunda... Begitu besar pengorbananmu kepada kami- anak-anakmu...
Kami- anak-anakmu tidak akan pernah melupakan pengorbananmu itu...


0 komentar:

Post a Comment