Seringkali Kita Lupa...

Bismillahirrahmanirrahim.
Ada dua kenikmatan yang sering manusia lupa yaitu nikmat sehat dan nikmat waktu luang.
Ketika manusia sakit barulah terasa begitu enaknya punya badan sehat. Saat sakit, badan terasa sulit sekali unuk diajak kompromi. Bawaannya ngeluh melulu. Waktu menjadi kurang produktif, karena seringkali kita menjadikan sakit kita sebagai pembenaran untuk tidak melakukan kegiatan rutin ataupun menunda pekerjaan yang seharusnya kita selesaikan. Kalo kata Aa gym, saat manusia sakit, sebenarnya bukan fisiknya saja yang sakit, tapi juga mentalnya. Misalnya saja ketika kita sedang sakit perut, terutama nih buat para wanita yang harus rutin melewatinya. Terkadang sakit tersebut menjadi pembenaran buat kita buat ngaringkuk aja di tempat tidur, dan akhirnya ijin dari berbagai aktivitas, baik itu kuliah, agenda rutin pribadi, ataupun rapat-rapat organisasi. Padahal sebenarnya sakit tersebut tidak akan betambah parah jika dibarengi dengan aktivitas rutin. Kita menjadi lebih manja ketika kita sakit. Apalagi kalo ortu dateng buat ngerawat kita, mmm...tambah deh manjanya. Jadi, saat kita sakit, bukan hanya fisik kita yang berusaha kita obati, tapi terapi psikis dan self motivation perlu dibangun juga.
Sebagaimana yang saya paparkan di awal tulisan ini, ketika sakit menghampiri, barulah terasa urgensi dari menjaga kesehatan. "Coba kemaren aku ga makan yang pedes-pedes!", "Lain kali gak akan telat deh makannya...", dan lain sebagainya. Ungkapan-ungkapan itulah yang sering terlontar ketika kita sedang sakit. Sakit adalah sebuah teguran bagi orang yang tidak mampu menjaga kesehatan dan stamina dirinya dengan baik.
Nikmat lainnya yang sering manusia lupakan juga adalah nikmat waktu luang. Musuh bebuyutan dari waktu luang ini adalah kemalasan dan kesukaan untuk menunda-nunda pekerjaan. Yang saya amati dari fenomena di sekeliling saya dan juga dari pengalaman pribadi, kemalasan ini seringkali menjadi pembenaran untuk menunda atau tidak jadi melakukan suatu pekerjaan. Saat ini, kita udah gak malu-malu lagi untuk menjadikan malas sebagai alasan. Padahal sudah jelas itu bukanlah alasan yang syar’i. Ditambah lagi dengan lingkungan sekitarnya yang seolah-olah memaklumi sikap malas tersebut, dan kebanyakan orang mengambil sikap pragmatis dengan tidak menegur atas kemalasan tersebut. Memang sih, gak akan ada yang bisa nyembuhin penyakit malas ini selain diri orang itu sendiri. Pihak luar hanya bisa menstimulus, sisanya ya usaha pribadi yang gigih melawan kemalasan itu. Harus pandai-pandai memanajemen diri sendiri dan membangun visi hidup dan motivasi diri untuk menghadapi musuh yang satu ini.
Saat kemalasan sudah mulai bisa diatasi, barulah kita mulai dengan membiasakan diri untuk membuat perencanaan/schedule harian. Dengan adanya schedule tersebut, paling tidak meminimalisir diri kita dalam penyia-nyiaan waktu luang, walaupun tidak mereduksi seluruhnya, karena masalah pemanfaatan waktu, bergantung pada manajemen diri si orang tersebut. Berdasarkan pengalaman yang saya rasakan sampai saat ini, setiap harinya saya baru konsisten menjalankan kurang lebih 50% dari setiap schedule yang saya tuliskan. Walaupun begitu, bukan berarti kita lantas langsung menyerah dan berhenti untuk menuliskan schedule harian. Saya jadi teringat nasihat teman saya, "Kalo dengan adanya schedule saja kita sering nyia-nyiain waktu, apalagi kalo gak ada, lebih parah kali. Dengan adanya schedule, paling tidak kita punya kerjaan produktif yang akan kita lakukan, jadi gak perlu nyari-nyari aktivitas lagi. Kalo gak ada perencanaan, biasanya lebih banyak kita menghabiskan waktu kosong itu dengan aktivitas-aktivitas yang teu puguh.".
Akibat dari males dan suka-suka nunda pekerjaan adalah terakumulasinya pekerjaan di satu waktu, yang akhirnya berimplikasi pada tidak masimalnya pekerjaan/tugas yang kita lakukan dan penyakit stress, BT, dll. Teman kos saya yang dulu punya cara unik dalam mengatasi rasa malas dalam dirinya. Dia malah menghampiri rasa malas itu kemudian berusaha keras untuk melawannya. Yang saya maksudkan disini, saat dia dihadapkan pada dua pilihan aktivitas penting yaitu antara aktivitas yang malas untuk memulainya dan yang senang untuk melakukannya, maka dia akan memilih pilihan pertama. Sehingga dia menjadi terbiasa melawan kemalasan itu untuk kemudian ditaklukkannya dengan mudah.
Tiada yang mengenal kita selain diri kita sendiri. Sejauh mana kekuatan fisik kita, kemampuan manajemen diri kita, dsb, kita sebdirilah yang paling mengetahuinya. "Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya." Mengenal bagaimana seharusnya seorang manusia bersyukur atas karunia yang dianugrahkan Tuhan kepadanya dengan tidak pernah melupakan semua nikmat kepadanya, termasuk didalamnya nikmat sehat dan nikmat waktu luang. Waallahua’lam bishowab.


0 komentar:

Post a Comment